Jumat, 01 Juli 2011

Brainwash

KEJAHATAN BRAINWASH


Indonesia tidak henti-hentinya diresahkan oleh isu mengenai terorisme yang kian meluas di masyarakat.  Terlebih setelah tragedi “bom bunuh diri” yang baru saja menimpa hotel JW Marriot dan Ritz-Carlton baru-baru ini.
Ironi memang, mengingat kejadian tersebut justru ada di saat masyarakat Indonesia tengah mempersiapkan diri menyambut hari kemerdekaan Indonesia yang ke-64 dan bulan suci Ramadhan yang sudah di depan mata.
Layaknya sebuah pesta, petasan yang begitu besar telah dinyalakan untuk menyambut hari bersejarah bagi bangsa Indonesia, juga semua umat muslim di seluruh dunia. Entah apa motif dari setiap tindakan yang mereka ambil, tetapi jelas bahwa kata perikemanusiaan sudah tidak ada dalam kamus mereka.
Seiring dengan proses penyelidikan, kemudian timbul sebuah hipotesis bahwa para pelaku “bom bunuh diri” atau yang sering mereka sebut “pengantin” sebenarnya hanyalah seorang eksekutor yang sebelumnya telah dicuci otak oleh sangmastermind Noordin Muhammad Top atau yang lebih dikenal dengan nama Noordin M. Top.
Terlepas dari kebenaran hipotesis ini, kami akan coba mengupas masalah cuci otak (brainwash) mulai dari sejarah hingga tekniknya apabila ditinjau dari sudut pandang medis.
Definisi atau pengertian dari cuci otak (brainwash)
Cuci otak (brainwash) adalah suatu proses pendoktrinan secara intensif yang memaksa seseorang untuk meninggalkan keyakinannya untuk suatu keyakinan lain yang baru.
Tujuan dari cuci otak ini umumnya terkait masalah militer, politik, dan religius melalui proses yang cukup panjang dengan memberikan tekanan-tekanan untuk meruntuhkan pertahanan fisis dan mental seseorang.
Terdapat berbagai macam teknik untuk melakukan cuci otak, yang umumnya dilakukan saat subyek terisolasi dari kehidupan sosialnya, dengan menerapkan konsep penghargaan dan hukuman atas setiap tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan. Apabila subyek menolak untuk bekerjasama, ia akan menerima hukuman baik secara fisis maupun psikis, termasuk memutus kontak sosial, makan, tidur, hingga siksaan fisik.
Sejarah cuci otak (brainwash)
Proses cuci otak sebenarnya sudah dikenal sejak lama. Istilah ini muncul pertama kali pada tahun 1950 saat perang antara Korea Utara dan Korea Selatan berlangsung. Saat itu Republik Rakyat Cina (RRC) ikut berperang membela Korea Utara, dengan Amerika Serikat dan PBB di pihak Korea Selatan. 
Brainwash atau cuci otak merupakan istilah yang digunakan di Amerika Serikat untuk menjelaskan fenomena banyaknya tentara Amerika Serikat yang berubah pihak membela Korea Utara setelah menjadi tahanan mereka. Dan semenjak itu, Central Intelligence Agency (CIA) dan Departemen Pertahanan Amerika Serikat terus mengadakan penelitian untuk mengembangkan teknik cuci otak ini.
Selain itu, teknik cuci otak juga banyak digunakan saat perang dunia I dan II untuk membangun semangat para prajurit sejak mereka masih remaja, yang terutama diterapkan kepada para prajurit NAZI.
Tujuannya adalah untuk membentuk mental prajurit yang tahan banting dan setia terhadap keyakinan para pemimpin atau partai yang mereka anut. Dan dewasa ini banyak isu yang beredar bahwa teknik cuci otak juga telah disalah gunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab,
 untuk membangun suatu aliran agama baru atau membuat propaganda terhadap suatu keyakinan tertentu, termasuk dalam kasus Noordin M. Top dan motif “bom bunuh diri yang dilakukan oleh para “pengantin”. Suatu hal yang kebenarannya masih dipertanyakan dan hangat dibicarakan di berbagai lapisan masyarakat.
Metoda cuci otak (brainwash)
Terdapat berbagai macam cara untuk melakukan cuci otak, mulai dari persuasi secara vokal (sugesti), visual, bantuan obat-obatan, hingga siksaan baik secara fisis maupun psikis.
Prinsipnya adalah dengan melakukan metoda tersebut sambil memasukkan suatu program atau ide tertentu ke dalam pikiran seseorang secara berkepanjangan hingga memasuki alam bawah sadarnya.
 Ketika sebuah nilai telah tertanam cukup kuat di alam bawah sadar seseorang, maka semakin lama nilai itu akan semakin kuat, berakar, dan permanen. Inilah yang kemudian disebut sebagai hasil dari cuci otak, dan merupakan tujuan utama dilakukannya hal tersebut.
Cara yang paling halus adalah dengan persuasi secara vokal atau visual untuk memasukkan sugesti. Hal ini dapat dilakukan dengan cara hipnosis, testimoni, hingga teknik persuasi dalam sebuah pidato atau presentasi.
1. Metode Sugesti
Hipnosis
Hipnosis merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memasukkan sugesti ke dalam pikiran seseorang. Dengan hipnosis, akses ke alam bawah sadar akan terbuka sehingga memudahkan seseorang untuk menerima sugesti yang diberikan.
Hipnosis sendiri pada awalnya digunakan sebagai salah satu metoda pengobatan di Mesir dan Yunani, kemudian menyebar ke wilayah Eropa. Seorang dokter Austria bernama Sigmund Freud menggunakan hipnosis untuk mengatasi masalah mental para prajurit saat perang dunia I dan II.  Kini, teknik hipnosis juga telah digunakan sebagai salah satu pengobatan komplementer untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan.
Pendekatan lain untuk cuci otak adalah dengan menerapkan teknik testimoni dan persuasi dalam sebuah pidato atau presentasi.
Testimoni
Teknik ini biasanya dilakukan oleh grup-grup tertentu semisal grup penyembuhan ketergantungan narkoba, alkohol,atau trauma. Tujuannya adalah untuk membentuk spirit komunitas yang pada akhirnya dapat mendorong individu yang ikut di dalamnya. Seorang peserta berdiri satu demi satu dan menceritakan kisah mereka mulai dari saat masih kecanduan hingga sembuh.
Sugesti umumnya diberikan dengan menyebut kalimat “saya dulu pemabuk berat dan sekarang berhenti” atau “saya dulu terkena kanker dan sekarang sembuh” secara repetitif dari setiap peserta sebelum atau setelah bercerita.
Keadaan ini dapat memberikan manipulasi psikologis pada semua peserta. Setelah sejumlah cerita mengalir dan didengar,dalam diri anggota grup tersebut akan muncul keyakinan bahwa dirinya bisa sembuh dan mengentikan kebiasaan-kebiasaan yang buruk. Dengan demikian ruangan akan dipenuhi dengan rasa bersalah, rasa takut hingga harapan dan semangat untuk berubah.
Persuasi dalam sebuah pidato atau presentasi
            Pernahkah Anda merasa bersemangat atau memiliki sebuah pola pikir baru setelah Anda mengikuti sebuah seminar atau pelatihan?
Ataukah Anda pernah merasa sangat tertarik terhadap sebuah produk multilevel marketing (MLM) yang sedang dipresentasikan padahal Anda baru saja membeli produk yang sejenis? Apabila jawabannya adalah iya, berarti tanpa disadari Anda pernah menjadi subyek cuci otak.
Metoda ini sebenarnya tidak dapat benar-benar dikatakan sebagai cuci otak, tetapi lebih kepada manipulasi pikiran seseorang dengan sugesti. Bagian otak kiri manusia mengolah bagian rasio dan analisis, sedangkan otak kanan mengolah sisi kreatif dan imajinasi.
Inti dari metoda ini adalah bagaimana cara menyibukan otak kiri sehingga otak kanan dapat diakses untuk menanamkan suatu pola pikir tanpa harus melalui proses analisis terlebih dahulu.
Bagaimanapun, apabila diterapkan terus-menerus secara periodik, teknik ini juga dapat memasukkan ide-ide dalam pikiran bawah sadar seseorang hingga menjadi suatu nilai yang berakar dan permanen (cuci otak).
Penerapan teknik penghargaan dan hukuman
Teknik ini merupakan teknik pertama yang dilakukan saat perang Korea pada tahun 1950. Prinsipnya adalah dengan mengisolasikan subyek cuci otak dari kehidupan sosialnya. Subyek akan diperlakukan sesuai tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukannya.
Apabila subyek menolak untuk bekerjasama, ia akan menerima hukuman baik secara fisis maupun psikis, termasuk memutus kontak sosial, makan, tidur, hingga siksaan fisik. Namun apabila subyek bersedia untuk bekerjasama, maka ia akan menerima sebuah penghargaan dalam berbagai bentuk.
Bentuk yang paling sering dari penerapan teknik ini adalah outbond, pelatihan militer, dan penggemblengan murid atau mahasiswa baru saat masa orientasi.

2. Dengan obat-obatan dan senyawa kimia lainnya.
Yang sering digunakan adalah Golongan Narkotika dan Psikotropika dimana utk Program Brainwashing ini memanfaatkan efek yang ditimbulkan oleh zat kimia tersebut yaitu:
a. Efek merusak Susunan Saraf Pusat (SSP) yang mengakibatkan orang tidak dapat berpikir secara realistis dan mudah sekali dipengaruhi dan orang tersebut dapat bertindak diluar pemikiran manusia sehat.
* b. Efek ketergantungan yang mengakibatkan orang dengan mudah dapat dikendalikan/diatur karena factor ketergantungan yang tidak dapat lepas dari dirinya dan bahkan dikondisikan agar ketergantungan ini terus berlanjut.
3. Dengan siksaan fisik dan mental/psikis
Tujuan penyiksaan ini adalah agar kondisi seseorang mencapai titik kulminasi yang paling rendah sehingga timbul perasaan putus asa, dengan akibat ingin cepat mati, merasa dirinya tidak berguna lagi. Dalam kondisi yang demikian seseorang mudah sekali dipengaruhi dengan ide-ide yang baru.
Contoh yang paling popular adalah siksaan terhadap prajurit Amerika yang ditawan oleh Vietcong sehingga suatu saat prajurit tersebut bisa lolos dari tawanan tapi kondisi mental/psikis sudah rusak dengan gejala keputus-asaan, perilaku antisocial yang meresahkan masyarakat.
Kemudian, benarkah terdapat korelasi antara terorisme dan cuci otak?
Saat ini, terdapat dugaan bahwa cuci otak merupakan salah satu alasan yang kuat di balik kenekatan sikap para “pengantin bom bunuh diri” yang telah meneror Indonesia selama beberapa waktu terakhir.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahwa cuci otak umumnya dilakukan untuk tujuan militer, politik, dan religius. Ketika dianalogikan dengan pemberitaan yang ada, memang terdapat kemungkinan adanya korelasi antara terorisme dan cuci otak ini.
 Dengan dalih outbond dan ceramah agama yang dilakukan secara periodik, sang masterminddapat mendoktrin para pengikutnya untuk meruntuhkan apa yang mereka yakini untuk sebuah keyakinan baru.
Namun cuci otak bukanlah sesuatu yang dapat dilakukan begitu saja, perlu waktu yang cukup lama untuk menanamkan ide-ide baru dalam pikirian bawah sadar seseorang sehingga kegiatan ini umumnya dilakukan terus-menerus secara periodik di sebuah area yang terpencil untuk memutus kontak sosial. Selain itu, hipnosis juga dapat dilakukan untuk memudahkan proses penerimaan sugesti.
Bagaimanapun, Anda tidak harus setuju dengan analisa kami. Pilihan tetap ada di tangan Anda. Yang terpenting kita tidak boleh membiarkan siapapun memecah-belah bangsa Indonesia, tidak juga teroris. Tidak perduli banyaknya budaya dan agama yang kita miliki, kita harus semakin kuat dan bekerjasama untuk melawan musuh bangsa ini dan propaganda yang dilakukan oleh para teroris.
PEMBAHASAN
Telah kita ketahui bahwa semua teknologi yang ditemukan manusia berpotensi menjadi sesuatu yang berbahaya bila tidak tepat penggunaannya (nuklir, dinamit, senjata, dll), demikian pula dengan efek dari brainwash tidak selamanya mengerikan. Mengerikan jika teknologi dan tujuan brainwash ini disalah gunakan (contoh: utk kegiatan terorisme).
Yang menarik adalah, apakah semua orang bisa di brainwash? Jawabannya, BISA... kalau nilai dasar individu yang di brainwash tidak bertentangan dengan nilai yang dimasukkan maka lebih mudah seseorang di brainwash.
Misalnya, seseorang memiliki nilai dasar atau sistem belief tentang perjuangan. Bila orang tersebut merupakan penganut bahwa dirinya dapat memberikan lebih banyak untuk bangsa dan negara maupun agama ketika yang bersangkutan hidup. Orang tersebut adalah individu yang lebih mengedepankan perjuangan dengan suara dan pikirannya.
 Orang tersebut tidak menganut faham bahwa dengan bunuh diri, dirinya bisa dikenang dan berbuat banyak demi bangsa, negara, dan agama. Orang tersebut akan berkeyakinan bahwa kehidupan ini indah, dan punya banyak orang yang dia cintai di sekelilingnya. Ini semua yang disebut sebagai nilai dasar dan sistem belief.
Misalnya ada sebuah nilai baru yang mau dimasukkan ke dalam pikiran orang tersebut, misalkan sebuah nilai tentang membela bangsa, negara, dan agama dengan meledakkan diri, di tengah-tengah orang-orang yang tidak secara langsung bersalah padanya ataupun orang lain yang beda kepentingan yang dia bawa, maka untuk memasukkan nilai baru tersebut yang paling tepat adalah digunakan teknik metode brainwash.
Apa yang akan terjadi pada diri orang / subyek brainwashing? Yang terjadi adalah terjadi ”pertarungan” didalam pikiran orang tersebut. Dimana nilai dasar yang telah lebih dahulu ada, berhadapan dengan nilai dan sistem belief yang baru, yang dicoba ditanamkan pada pikirannya.
Kondisi akhir dari subyek brainwashing tersebut bisa ditebak, tergantung pengaruh mana yang menang.
Nilai dasar yang sudah ada, ketika telah terbentuk selama bertahun tahun, merupakan sebuah sistem yang sangat kuat. Ketika nilai baru mencoba menginfiltrasi pikiran orang tersebut, maka perlawanan yang diberikan oleh sistem nilai lama sangatlah kuat.
Tentu nilai baru bisa saja (seolah-olah) menguasai pikiran nya di permukaan, menjadi nilai dan sistem belief baru. Tetapi, ketika program yang berusaha di tanamkan tersebut hendak di jalankan (misalkan. Untuk meledakkan diri di keramaian), maka program itu pasti terganggu dengan nilai dan sistem belief lama yang sudah berakar dalam dirinya.
Dengan sendirinya Program baru tersebut gagal untuk bekerja! Sistem nilai yang sudah ada sebelumnya di pikiran bawah sadar orang tersebut lebih kuat daripada sistem nilai yang baru, yang secara ”instant” diprogram ke dalam pikiran orang tersebut.
Jadi, bagaimana cara supaya program baru tersebut dapat bekerja seperti yang diinginkan oleh para perencana program tersebut? Tentu membutuhkan seseorang yang memang memiliki nilai dasar yang tidak bertentangan sebelumnya atau nilai dasar yang sama atau mirip dengan nilai baru yang akan dimasukkan kedalam pikiran orang tersebut.
Karena pada dasarnya brainwash ”hanya” mempertajam nilai yang telah ada sebelumnya, serta membangun keberanian dan kekuatan untuk melakukan sebuah aksi atau tindakan atas ”nilai” atau ”kepercayaan” yang telah ada sebelumnya.
Satu hal yang pasti, bahwa ini merupakan sebuah metode yang berlandaskan sebuah dasar ilmiah, dan mampu membawa manfaat bagi banyak orang, ketika digunakan untuk sebuah keperluan yang memang positif, dan sesuai dengan nilai dari individu-individu yang membutuhkan bantuan dari metode ini.
Menarik bukan, ternyata keuntungan dari brainwash juga banyak misalkan untuk membangkitkan semangat, Percaya Diri, keberanian, sampai untuk membentuk sebuah budaya perusahaan yang positif, kondusif, dan produktif.
Dalam dunia terorisme, gembong teroris yang paling dicari di Republik ini, Noordin M. Top, sudah berhasil ditewaskan oleh Tim Densus 88 Polri tapi apakah terorisme di Indonesia sudah punah?
Tentu sebagian besar masyarakat Indonesia menjawab tidak setuju dengan pendapat tersebut karena sudah pasti para teroris tersebut sudah menyiapkan kader-kader yang mungkin lebih militan dari para teroris sebelumnya. Sejak terlibat pengeboman beberapa tahun silam, Noordin selalu gagal diburu. Salah satu penyebabnya, dia ternyata telah sukses mengkader sejumlah orang untuk menjadi pengikutnya. Sekarang yang perlu diurai, bagaimana mungkin Noordin begitu piawai merekrut orang?
Kenyataan yang terlihat saat ini, orang-orang yang direkrut Noordin rela meregang nyawa dengan meledakkan bom yang dibawanya. Tentu, itu tidak akan terjadi kalau Noordin tidak memiliki kemampuan yang luar biasa dalam melakukan cuci otak (brainwashing). Lalu, bagaimana kira-kira cuci otak tersebut dilakukan?
Cuci otak, menurut Oxford English Dictionary, adalah usaha menghilangkan pikiran orang lain secara sistematis, persuasif, memaksa (forcible), dan menggantinya dengan suatu set ide baru.
Menurut Kathleen Taylor, orang yang dicuci otak nya memiliki kepribadian baru, jauh berbeda dengan sebelumnya. Ketika diajak bicara, dia tampak bingung dan apa yang diucapkan tidak realistis, kadangkala menakutkan. Ngomongnya seperti rekaman kaset, yang disetel mulai awal hingga akhir, berulang-ulang tanpa modifikasi.
 Juga, dia tampak aneh, namun memiliki kekuatan psikologis untuk menjalankan isi pikirannya. Merasa tidak ada sesuatu yang menekannya, namun tak mampu menggunakan nalarnya secara realistis. Loyalitasnya teguh dan tak bisa ditekuk sedikit pun. Yang dilakukannya seolah-olah hanya insting. Keadaan itu disebut trance element.
Walau sulit, pada dasarnya pikiran manusia bisa diubah. Caranya adalah mengubah sinyal yang diterima otak. Itu dilakukan melalui manipulasi lingkungan fisik, psikologis, dan sosial korban (orang yang otaknya dicuci). Lingkungan itu bisa diubah, namun yang terjadi pada cuci otak sangat ekstrem. Si pencuci melakukan pengendalian total (total control) dunia dan pikiran korban.
Menurut Robert Lifton, ada delapan langkah untuk mengendalikan pikiran secara total. yakni,
1. Pengendalian lingkungan, yaitu mengendalikan komunikasi individu dengan dunia luar. Di sini persepsi diubah jadi realitas.
2. Manipulasi mistis, yaitu membangkitkan pola tertentu perilaku dan emosi sehingga bereaksi spontan terhadap stimulus.
3. Kebutuhan akan kebebasan, yaitu membangkitkan kepercayaan bahwa apa yang di luar pilihan kelompoknya harus dimusnahkan. Itu dilakukan agar tidak meracuni kelompok mereka.
4. Mengecilkan kebebasan diri, yaitu agar kebebasan individu (privacy) jadi kerdil.
5. Jalan suci, yaitu meningkatkan dogma bahwa ideologi yang mereka anut bersifat suci, pasti, dan tak bisa diubah secara moral. Itu dimaksudkan untuk meningkatkan kepercayaan diri.
6. Muatan bahasa, yaitu kompresi kompleks ide jadi kalimat definitif konstan.
7. Doktrin utama, yaitu ide bahwa dogma yang dianutnya adalah lebih benar dan lebih nyata daripada pengalaman manusia umumnya.
8. Menegakkan eksistensi, yaitu hak untuk mengontrol kualitas kehidupan yang akhirnya berimbas pada pengakuan keberadaan mereka.
Pendek kata, cuci otak itu rumit dan kompleks. Hanya orang piawai memengaruhi orang lain yang mampu melakukan. Karena tidak semua orang mau dipengaruhi, mencari calon yang mau otaknya dicuci tidak mudah. Perlu selektif mencarinya. Itu terkait erat dengan usia, kepribadian, jati diri, kepercayaan, harapan, lingkungan keluarga calon.
Orang dengan usia dewasa muda, berkepribadian sugestif, sedang mencari jati diri yang pas, punya kepercayaan/agama seperti si pencuci, harapannya kandas oleh keadaan, dan dari lingkungan keluarga tak terlalu hangat adalah kandidat cuci otak yang dicari.
Pahala (reward) bagi korban cuci otak adalah hal yang sangat mereka dambakan. Ganjaran itu menjadi tujuan akhir membahagiakan bagi apa yang akan mereka lakukan. Bila awalnya hanya untuk keperluan militer, sekarang cuci otak digunakan juga oleh teroris, korporasi business, instansi tertentu, kelompok-kelompok masyarakat dll. Kemajuan ilmu penyakit saraf/perilaku (neuroscience) membuat metode cuci otak berkembang pesat, waktunya lebih singkat, dan tingkat keberhasilannya meningkat.
Lalu, bagaimana cuci otak itu bisa disembuhkan? Penyembuhan cuci otak juga rumit dan multi demensional. Itu tanggung jawab semua pihak mulai dari pemerintah, profesi kesehatan, masyarakat, dan terutama lingkungan keluarga terdekat.
Gangguan Kejiwaan yg disebabkan oleh karena Brainwashing/cuci otak dimasukkan kelompok kelainan mental. Karena itu, manajemen terapinya melibatkan para ahli berbagai disiplin ilmu kesehatan. Tujuan terapi adalah mengembalikan kondisi mental penderita seperti keadaan semula (sebelum cuci otak). Itu bisa dilakukan dengan:
a.terapi obat (pharmacotherapy),
b.terapi kognitif/perilaku,
c.terapi sosial,
d.terapi bedah.
Terapi bedah dilakukan bila cara lain mentok. Metode bedah tersebut dikenal dengan sebutan lobectomy. Dokter bedah otak mengambil lobus (bagian luar otak), tempat pikiran-pikiran abnormal itu bersarang.
Meski demikian, tindakan pencegahanlah yang paling ampuh dan harus dilakukan. Itu tugas utama keluarga. Keluarga harus mencermati gejala awal yang terjadi. Yakni, adanya perubahan seperti suka menyendiri, termenung, tampak memikirkan sesuatu, senang membaca buku tertentu, malas diajak ngomong, atensi kepada keluarga turun, kehilangan minat melakukan aktivitas biasanya, tampak menyembunyikan sesuatu, dan kerap keluar rumah tanpa alasan jelas.
Juga, enggan menceritakan apa yang dilakukan di luar rumah. Selain mencermati gejala, keluarga harus mencari tahu apa yang dilakukan orang itu saat bepergian. Kehangatan hubungan emosional juga harus ditingkatkan.
BRAINWASHING UTK KEPENTINGAN POSITIF
Disamping dampak negatif dari Brainwashing yang selalu muncul kepermukaan ternyata banyak sekali hal positif yang selama ini seolah-olah tenggelam dengan kesan yang negatif tersebut. Banyak Program yang bisa dilaksanakan lebih maksimal, lebih optimal dengan memanfaatkan Brainwashing Science ini terutama yang berkaitan dengan Penyediaan/penyiapan SDM sehingga dapat dihasilkan SDM sesuai yang diharapkan dalam menjalankan suatu organisasi.
Di Negara-negara lain Brainwashing Science ini sudah merupakan bagian integral dari Human Resources Management sehingga utk menghasilkan SDM yg diharapkan utk mengawaki suatu pekerjaan sudah benar-benar menyatu dengan pekerjaan tersebut sehingga presentase kegagalan dalam Penyediaan/penyiapan SDM untuk suatu pekerjaan sangat kecil.
Untuk mengembangkan Brainwashing Science ini tentu diperlukan suatu Penelitian yang melibatkan seluruh keilmuan yang terkait secara terpadu oleh Lembaga Penelitian sehingga akan menghasilkan produk Litbang dari Brainwashing Science yang ideal dan dapat digunakan sebagai acuan Penyediaan/penyiapan SDM.
Dengan harapan kebutuhan SDM dapat dipenuhi sesuai harapan dan dapat menekan kegagalan/pelanggaran-pelanggaran yang berhubungan dengan pekerjaannya, saat ini kita ketahui bersama bahwa kegagalan dalam Penyediaan/penyiapan SDM frekuensinya cukup tinggi sehingga sering terjadi PHK dll.
Hal positif dari Brainwashing yang tanpa kita sadari sudah dilaksanakan antara lain :
1. Pelatihan dasar kemiliteran untuk menghasilkan prajurit-prajurit yang handal, tahan banting baik fisik maupun mental, pantang menyerah. Misalkan dengan Spartan Exercise Tehnique pada Basic Training pendidikan kemiliteran.
2. Pelatihan oleh Instansi-instansi tertentu untuk mendapatkan personil yang diharapkan sesuai dengan bidang pekerjaan yang akan ditekuninya. Misalkan : pelatihan pekerjaan sebagai Satpam, Sales Promotion dll.
3. Kegiatan-kegiatan orientasi dari lingkungan pelajar, mahasiswa dll.
4. Pelatihan yang dilaksanakan oleh organisasi-organisasi masa maupun politik untuk mendapatkan anggota yang militan sesuai dengan tujuan dari organisasi tersebut.
REFERENSI :
1. Kirdi Putra, CHI, CHt, NLP. Professional Personal Coach, Hypnosis Training Institute of Indonesia (HTII) : Brainwashing
2. Salma Oktaria dr, Rilex.com, 18 Aug 2009 : Cuci Otak
3. Prof Dr dr Moh. Hasan Machfoed SpS(K) M, Ketua Dep/SMF Ilmu Penyakit Syaraf FK Unair. ; Cuci Otak Para Teroris.
4. L.Ron Hubbart : The Brainwashing Manual
(Tulisan dibuat oleh dr. Kurtiyono)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar